Oktober 26, 2025
Jurnal Budaya
No Result
View All Result
  • Home
  • Redaksi
  • Agenda Budaya
  • Lintas Budaya
  • Megapolitan
  • Nasional
  • Regional
  • Internasional
  • Gaya Hidup
  • Home
  • Redaksi
  • Agenda Budaya
  • Lintas Budaya
  • Megapolitan
  • Nasional
  • Regional
  • Internasional
  • Gaya Hidup
No Result
View All Result
Morning News
No Result
View All Result
  • Home
  • Redaksi
  • Agenda Budaya
  • Lintas Budaya
  • Megapolitan
  • Nasional
  • Regional
  • Internasional
  • Gaya Hidup
Home budaya

Bono, Fenomena Tak Biasa di Muara Kampar

Redaksi by Redaksi
14 April 2025
in budaya
0
Bono, Fenomena Tak Biasa di Muara Kampar

SIAPAPUN pasti mengenal olahraga selancar atau selancar di atas gelombang laut. Tak salah, gelombang laut memang identik dengan kegiatan tersebut.

‎Namun, kita pasti akan mengerutkan kening saat ada tradisi serupa yang dilakukan di muara sungai.

BACA JUGA

Rang Chaniago, Pewaris Demokrasi Alam Minangkabau  ‎

Sedekah Laut, Tradisi Sakral di Pantai Selatan 

‎Gelombang besar di muara sungai yang tak biasa tersebut, oleh masyarakat Kampar di Provinsi Riau, disebut dengan istilah Bono.

‎Ombak Bono merupak fenomena alam unik yang terjadi adanya pertemuan arus sungai menuju laut dan arus laut yang masuk ke sungai akibat pasang.

‎Bono terbesar biasanya terjadi ketika musim penghujan di mana debit air Sungai Kampar cukup besar yaitu sekitar bulan November dan Desember.

‎Gelombang bono terjadi akibat tabrakan tiga arus udara yang berasal dari Selat Melaka, Laut Cina Selatan dan Aliran air Sungai Kampar.

Akibat benturan ini, menjadikan gelombang air di muara sungai Kampar bisa mencapai ketinggian 4-5 meter dengan ditandai sebelumnya dengan suara gemuruh yang hebat.

Ini merupakan fenomena ilmiah yang akan dipercayai oleh kaum intelektual saja.

Namun tahukah Anda, masyarakat sekitar memiliki cerita-cerita dongeng yang istimewa terkait dengan adanya gelombang bono tersebut?

Ada banyak cerita dan kepercayaan dari masyarakat lokal yang menjadikan peristiwa alam yang langka tersebut kian istimewa.

‎Menurut kepercayaan warga, gelombang bono yang ada di Sungai Kampar adalah bono jantan, sementara bono betinanya berada di daerah Sungai Rokan, dekat dengan Kota Bagansiapi-api.

Bono di Kuala Kampar tersebut berjumlah tujuh ekor, dimana bentuknya serupa kuda yang biasa disebut dengan induk Bono.

Pada musim pasang mati, bono ini akan pergi ke Sungai Rokan untuk menemui bono betina.

Kemudian bersantai menuju ke selat Malaka. Itulah sebabnya ketika bulan kecil dan pasang mati, bono tidak ditemukan di kedua sungai tersebut.

Jika bulan mulai besar, kembalilah bono ke tempat masing-masing, lalu bermain memudiki sungai Kampar dan sungai Rokan.

Semakin penuh bulan di langit, semakin gembira bono berpacu memudiki kedua sungai itu.

‎Bagi penduduk daerah Kuala Kampar, bono sudah mereka kenal sejak kecil.

Sebabnya tidak aneh, jika anak-anak, remaja dan juga orang dewasa menganggap bono sebagai sahabatnya, tempat mereka bermain ketangkasan menunggangi Bono atau disebut Bekudo Bono menggunakan perahu-perahu (sampan) kecil.

Biasanya tempat bermain bono bagi warga sekitar adalah di tempat-tempat dimana bono tidak terlalu besar atau di dalam anak-anak Sungai Kampar yang memiliki Bono, seperti misalnya Sungai Sangar, Turip, Serkap, Kutub dan Sungai Kerumutan.

Permainan ini memang besar resikonya, sebab jika salah perhitungan perahu dapat dilemparkan bono ke tebing sehingga hancur luluh.

Tetapi dari pengalaman sejak kecil, mereka, para pemain bono ini sudah mengetahui betul dimana tempat yang aman bermain bono.

‎Permainan bono tersebut sering dilakukan dengan terlebih dahulu mengadakan upacara tertentu untuk menjamin keselamatan para pemainnya. Upacara tersebut disebut ‘semah’ yang harus dilakukan pagi atau siang hari.

Upacara ini dipimpin oleh seorang ‘Bomo’ atau Datuk atapun para tetua kampung. Hal tersebut dilakukan bertujuan agar pengendara bono mendapatkan keselamatan saat mengendarai bono, dan menghindari segala bahaya.

Selain itu, ada pula cerita mistis yang berhubungan dengan ombak bono tersebut yakni cerita tentang banjir darah di mempusun atau mempusun bersimbah darah, serta terbentuknya Kerajaan Pelalawan pada tahun 1822 M.

‎Para pendekar Melayu, konon kabarnya sering ditantang dan diuji ketangkasannya dengan mengendarai gelombang bono tersebut.

Siapapun yang berhasil menakklukkan gelombang yang sangat tangguh tersebut maka akan dianggap sebagai sosok yang sakti dan memiliki kekuatan terbaik.

Cerita lain menyebutkan bahwa dahulu kala gulungan ombak ini berjumlah 7 (tujuh) ombak besar dari 7 hantu.

Ketika pada masa penjajahan Belanda, kapal-kapal transportasi Belanda sangat mengalami kesulitan untuk memasuki Kuala Kampar akibat ombak ini.

Salah seorang komandan pasukan Belanda diperintahkan untuk menembakkan meriam dengan ombak besar tersebut.

Entah karena kebetulan atau karena hal lain, salah satu ombak besar yang kena tembakan meriam Belanda tidak pernah muncul lagi sampai sekarang.

Maka sekarang ini hanya terdapat 6 (enam) gulungan besar gelombang ombak Bono.

‎Akan tetapi kemudian permainan menjadi biasa dan dapat dilaksanakan sesuka hati.

Tetapi permainan ini hanya dilakukan pada siang hari, sedangkan malam hari betapapun beraninya mereka, belumlah ada yang berani mencobanya.

Hal ini disebabkan karena risikonya yang cukup besar. Jika Anda takut ataupun ngeri untuk ikut bersama perahu bermain bono, Anda dapat menyaksikan bono dari darat saja.

Tetapi Jika berani silahkan bermain bono dengan perahu-perahu kecil yang banyak terdapat disana. Yang penting Anda harus pandai berenang, serta menunggangi bono itu.

Permainan ini mirip dengan selancar di ombak-ombak di pantai, karena tempatnya luas dan tantangannya cukup besar. (sur)

Tags: Fenomena BonoOmbak BonoSungai Kampar

Post Terkait

Rang Chaniago, Pewaris Demokrasi Alam Minangkabau   ‎
budaya

Rang Chaniago, Pewaris Demokrasi Alam Minangkabau  ‎

18 September 2025
3
Sedekah Laut, Tradisi Sakral di Pantai Selatan 
budaya

Sedekah Laut, Tradisi Sakral di Pantai Selatan 

5 Agustus 2025
5
‎Catat, Ini Bahasa yang Paling Banyak Digunakan di Dunia   ‎
budaya

‎Catat, Ini Bahasa yang Paling Banyak Digunakan di Dunia  ‎

4 Agustus 2025
5
Eh Leuho, Tradisi Tidur Siang dari Sabang
budaya

Eh Leuho, Tradisi Tidur Siang dari Sabang

4 Agustus 2025
10
Keberanian Masyarakat Dayak Lewat Tari Mandau   ‎
budaya

Keberanian Masyarakat Dayak Lewat Tari Mandau  ‎

4 Agustus 2025
3
Niki Paleg, Potong Jari Ala Suku Dani
budaya

Niki Paleg, Potong Jari Ala Suku Dani

30 Juli 2025
5
Next Post
Eksistensi Melalui Tato  ‎

Eksistensi Melalui Tato ‎

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

BERITA POPULER

  • Dendang KIM Meriahkan Halal Bihalal dan Pelantikan Pengurus DPD IKS Kota Bengkulu Periode 2024 – 2029

    Dendang KIM Meriahkan Halal Bihalal dan Pelantikan Pengurus DPD IKS Kota Bengkulu Periode 2024 – 2029

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Harumkan Nama Bengkulu, Izzatul Azizah,  Ukir Prestasi di Dua Kategori  Pada Kejuaraan Pencak Silat Smamuda Festival Championship Se-Malang Raya

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Resmi Dilantik, Mulyadi Mandai S.Sos Nahkodai IKSMB Periode 2025 – 2030

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Semangat Hera Juliawati Promosikan Olahraga Taekwondo Virtual di Kabupaten Bekasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sambut HUT RI ke 80, DPD IKM Berkalaborasi  Dengan DPD IKS Kota Bengkulu Gelar Lomba “SONG”

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
Follow Our Social Media

Informasi

  • Redaksi
  • Tentang Kami
  • Pedoman Media Siber

Alamat

Jalan Veteran II No 7 C Gambir , Jakarta 10110

Kontak

  • Email : Elly@jurnalbudaya.com
  • Redaksi : 021 87983445

Copyright © 2023 | jurnalbudaya.com 

No Result
View All Result
  • Home
  • Redaksi
  • Agenda Budaya
  • Lintas Budaya
  • Megapolitan
  • Nasional
  • Regional
  • Internasional
  • Gaya Hidup

Copyright © 2024 jurnalbudaya.com

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In