PANDANGAN publik Bukittinggi pada Walikota Ramlan Nurmatias, Wakil Walikota Ibnu Asis serta Sekretaris Daerah Rismal Hadi, masih belum berubah.
Pemberhentian tiba-tiba sejumlah pejabat teras pada tataran Pimpinan Tinggi Pratama di sana adalah alasan utamanya.
Sebab, tak tanggung tanggung, (untuk sementara waktu) tujuh kepala dinas masing-masing : Linda Feroza (Kepala dinas kesehatan), Teddy Hermawan (kepala BKPSDM), Egie Pratama Mulya (kepala BKD), Ahda Hidayat (kepala dinas PMPTSP), Yogi Astarian (Kepala dinas perhubungan), Wahyu Bestari (Kepala dinas Pasar dan perdagangan) dan Ebiyu Leris (Kepala dinas Perkim) “dipaksa” menanggalkan jabatannya.
Selain tujuh kepala dinas dengan eselonering II B tersebut, M. Iqbal (Kabag Umum), Beri (Sekretaris dinas Pasar dan perdagangan) serta Jeki (Sekretaris dinas Pendidikan) pun setali tiga uang nasib mereka.
Bahkan, informasi yang diterima dari sumber yang layak dipercaya, sejumlah pejabat dengan eselonering sama, pun tengah menunggu nasib, apakah tetap bertahan atau justru akan bernasib sama.
Walikota sebagai kepala daerah memang memiliki wewenang untuk mengangkat dan memberhentikan pejabat di lingkungan pemerintah daerah, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Namun demikian, penting untuk dicatat, bahwasanya pengangkatan pejabat pun pemberhentiannya, harus dilakukan sesuai dengan prosedur dan persyaratan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan
Pemberhentian massal kepala dinas adalah masalah serius yang memerlukan penanganan yang tepat dan transparan. DPRD sebagai lembaga perwakilan rakyat memiliki peran penting dalam memastikan bahwa proses ini dilakukan sesuai dengan hukum, serta melindungi kepentingan masyarakat dan negara.
Dalam situasi pemberhentian massal kepala dinas, DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah) memiliki beberapa fungsi penting yang harus dijalankan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Fungsi utama DPRD adalah pengawasan, legislasi, dan penganggaran agar persoalan itu tidak terus berlarut larut dan menjadi jadi.
Berikut adalah tindakan yang dapat dilakukan DPRD selaku representasi masyarakat di panggung politik:
1. Pengawasan:
Mengevaluasi alasan pemberhentian:
DPRD perlu menyelidiki alasan di balik pemberhentian massal tersebut. Apakah ada pelanggaran prosedur, indikasi korupsi, atau masalah lain yang perlu ditindaklanjut.
Memanggil pihak terkait:
DPRD dapat memanggil pejabat terkait, termasuk kepala daerah (walikota/bupati), pejabat dinas, dan pihak lain yang terlibat, untuk dimintai keterangan dan klarifikasi.
Membentuk panitia khusus (pansus):
Jika diperlukan, DPRD dapat membentuk pansus untuk melakukan penyelidikan lebih mendalam terkait pemberhentian massal ini.
2. Legislasi:
Mengkaji regulasi terkait:
DPRD perlu memastikan bahwa pemberhentian massal ini sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk peraturan daerah (perda) dan undang-undang terkait.
Merekomendasikan perbaikan regulasi:
Jika ditemukan kelemahan dalam regulasi yang ada, DPRD dapat merekomendasikan perbaikan atau perubahan peraturan.
3. Penganggaran
Mengevaluasi dampak anggaran:
DPRD harus memastikan bahwa pemberhentian massal ini tidak berdampak negatif terhadap anggaran daerah, terutama terkait dengan penggantian pejabat dan operasional dinas.
Mengawasi penggunaan anggaran:
DPRD perlu mengawasi penggunaan anggaran yang terkait dengan pemberhentian massal ini, termasuk dana pensiun, pesangon, atau biaya lain yang mungkin timbul.
Tindakan Tambahan:
Berkoordinasi dengan instansi terkait:
DPRD perlu berkoordinasi dengan pemerintah daerah, inspektorat, dan lembaga terkait lainnya untuk menyelesaikan masalah ini.
Melakukan komunikasi publik:
DPRD perlu menginformasikan kepada masyarakat mengenai perkembangan kasus ini dan langkah-langkah yang diambil untuk menyelesaikan masalah.
Menyampaikan rekomendasi:
Setelah melakukan pengawasan dan evaluasi, DPRD dapat menyampaikan rekomendasi kepada pihak terkait untuk perbaikan dan pencegahan kejadian serupa di masa depan.
Meskipun tugas tersebut tertulis secara terang benderang, namun hingga saat ini belum ada gerakan sama sekali dari wakil rakyat di Bukittinggi untuk (sekadar) mencari tahu persoalan apa gerangan yang sebenarnya terjadi di dunia birokrasi Kota Bukittinggi.
Justru dengan bungkamnya para wakil rakyat, seakan mereka sependapat dengan kebijakan walikota tersebut adalah sesuatu yang baik baik saja.
Tak hanya mereka yang telah “diamputasi” jabatannya butuh perlindungan, namun masyarakat juga berhak tahu, apa yang dilakukan para wakil mereka di parlemen.
Tak bisa dipungkiri, saat ini warga Bukittinggi menunggu suara dari wakil mereka yang ada di parlemen terkait polemik yang menyita atensi publik tersebut.
Jika mengadopsi lagu “Dinda Dimana” yang dirilis Katon Bagaskara melalui grup band KLA Project, tentu saatnya warga Bukittinggi menyanyikannya dengan suara lirih,,,,wakil rakyat (Bukittinggi), dimanakah kau berada ?***