KUMPO adalah sebuah tarian tradisional yang berasal dari Afrika, khususnya dari suku Diola di Casamance (Senegal) dan Gambia.
Tarian ini dilakukan oleh boneka jerami yang tidak memiliki peran manusia, tetapi dapat menari dan bergerak mengikuti alunan musik hingga berjam-jam.
Boneka jerami ini mengenakan daun lontar, tongkat, dan bendera di kepalanya. Tarian Kumpo dianggap sebagai tarian paling mistik di dunia, karena diyakini sebagai makhluk penjaga desa yang selalu menebarkan kebaikan.
Tarian Kumpo biasanya dipertunjukkan dalam rangka festival Vodoo, sebuah tradisi keagamaan spiritis-anamis yang memiliki tujuan kebersamaan dan kebaikan.
Festival Vodoo sering dihadiri oleh ribuan pengunjung dari berbagai daerah, baik lokal maupun mancanegara.
Festival ini juga menampilkan penyembelihan kambing untuk para arwah leluhur, nyanyian masyarakat, penari yang dirasuki roh gaib, dan tarian aneh seperti tarian boneka jerami.
Sejarah Tari Kumpo
Tarian Kumpo berasal dari mitologi suku Diola, salah satu suku terbesar di Casamance, sebuah wilayah di Senegal yang berbatasan dengan Gambia.
Suku Diola memiliki kebudayaan yang kaya dan beragam, termasuk dalam hal seni dan musik.
Mereka juga memiliki kepercayaan yang kuat pada roh-roh alam dan leluhur, yang mereka sebut sebagai Emitai.
Salah satu tokoh mitologi suku Diola yang paling terkenal adalah Kumpo, yang merupakan nama salah satu roh Emitai.
Kumpo digambarkan sebagai makhluk yang selalu menebarkan kebaikan dengan cara menari dan berbicara dengan penonton melalui penerjemah.
Kumpo biasanya dipanggil saat ada festival Vodoo, sebuah tradisi keagamaan spiritis-anamis yang memperingati dan memperingati agama Vodoo.
Agama Vodoo adalah sebuah agama yang berasal dari Afrika Barat, khususnya dari Benin dan Haiti.
Agama ini memiliki berbagai macam unsur budaya, seperti kepercayaan, praktik pribadi, etika, peribahasa, cerita, lagu, dan cerita rakyat.
Agama ini juga memiliki berbagai macam ritual dan kegiatan yang berhubungan dengan Vodoo, seperti penyembelihan kambing, nyanyian, tarian, penciptaan boneka jerami, dan pemberian doa kepada para arwah leluhur.
Tarian Kumpo merupakan salah satu bentuk penghormatan kepada Kumpo sebagai salah satu roh Emitai yang dianggap sebagai penjaga desa.
Tarian ini juga merupakan bentuk kebersamaan dan kebaikan bagi masyarakat suku Diola, yang hidup dalam kondisi sulit akibat konflik politik dan ekonomi di wilayah mereka.
Tarian ini juga merupakan bentuk ekspresi seni dan budaya yang unik dan menarik, yang menunjukkan kekayaan dan keindahan Afrika.
Ciri-Ciri Tarian Kumpo
Tarian Kumpo memiliki ciri-ciri yang sangat khas dan berbeda dari tarian-tarian lainnya.
Berikut adalah beberapa ciri-ciri dari tarian ini:
– Boneka jerami berpakaian daun lontar.
Boneka jerami yang menjadi media Kumpo dibuat dari anyaman bambu yang dibentuk seperti tubuh manusia, lalu dibalut dengan daun lontar.
Daun lontar dipilih karena memiliki makna simbolis bagi suku Diola, yaitu sebagai sumber kehidupan, keberuntungan, dan kesuburan.
- Boneka jerami memakai tongkat di kepala.
Di kepala boneka jerami, ditancapkan sebuah tongkat yang akan diikatkan dengan bendera berwarna oleh seorang wanita muda sebelum tarian dimulai.
Tongkat dan bendera memiliki makna sebagai lambang kekuasaan, kehormatan, dan kewibawaan Kumpo sebagai penjaga desa.
Boneka jerami menari berjam-jam dengan tongkat dan bendera di kepalanya.
Penari Kumpo akan menunggangi boneka jerami dan menari mengikuti alunan musik tradisional yang dimainkan oleh para pemusik.
Penari Kumpo akan bergerak dengan lincah dan enerjik, seolah-olah boneka jerami hidup dan memiliki jiwa.
Penari Kumpo juga akan berbicara secara rahasia dengan penonton melalui penerjemah yang berperan sebagai juru bicara Kumpo.
Ritual Tarian Kumpo
Tarian Kumpo tidak hanya sekedar tarian biasa, tetapi juga merupakan ritual yang memiliki makna yang mendalam bagi suku Diola.
Berikut adalah beberapa ritual yang dilakukan sebelum, selama, dan sesudah tarian Kumpo:
- Ritual pertama adalah mempersiapkan boneka jerami yang akan menjadi media Kumpo. Boneka jerami dibuat dari anyaman bambu yang dibentuk seperti tubuh manusia, lalu dibalut dengan daun lontar.
Di kepala boneka jerami, ditancapkan sebuah tongkat yang akan diikatkan dengan bendera berwarna oleh seorang wanita muda sebelum tarian dimulai.
- Ritual kedua adalah membakar kemenyan di sekitar tempat tarian.
Kemenyan dipercaya dapat mengundang roh halus dan membersihkan suasana dari energi negatif.
Kemenyan juga dapat memberikan aroma yang harum dan menenangkan bagi penonton dan penari
- Ritual ketiga adalah mengucapkan mantra Kumpo dengan bahasa misterius yang hanya dimengerti oleh pawang tarian.
Mantra Kumpo berisi ajakan dan permohonan kepada Kumpo untuk datang dan menari bersama-sama dengan masyarakat.
Mantra Kumpo juga berisi pujian dan penghormatan kepada Kumpo sebagai makhluk penjaga desa yang selalu menebarkan kebaikan.
- Ritual keempat adalah menari bersama-sama dengan Kumpo.
Penari Kumpo akan menunggangi boneka jerami dan menari mengikuti alunan musik tradisional yang dimainkan oleh para pemusik.
Penari Kumpo akan bergerak dengan lincah dan enerjik, seolah-olah boneka jerami hidup dan memiliki jiwa.
Penari Kumpo juga akan berbicara secara rahasia dengan penonton melalui penerjemah yang berperan sebagai juru bicara Kumpo
Ritual kelima adalah mengucapkan terima kasih dan melepas Kumpo.
Setelah tarian selesai, penari Kumpo akan mengucapkan terima kasih kepada Kumpo atas kehadiran dan kebaikannya.
Penari Kumpo juga akan melepas boneka jerami dari tubuhnya dan menyerahkannya kembali kepada pawang tarian.
Pawang tarian akan menyimpan boneka jerami di tempat yang aman dan suci, hingga dipanggil kembali pada festival Vodoo berikutnya. ***