TARIAN SINTREN adalah salah satu kesenian tradisional yang ada di Cirebon, Jawa Barat.
Sebagian orang meyakini jika tarian sintren ini merupakan suatu bentuk kesenian yang mengandung unsur mistis.
Dalam pementasannya, tarian sintren adalah sebuah seni tari yang dibawakan oleh seorang wanita dan didampingi satu orang dalang.
Sama seperti seni tari pada umumnya, tarian sintren juga turut diiringi oleh alunan musik.
Selain itu, dalam kesenian tari sintren, juga terdapat beberapa orang wanita yang bertugas sebagai penari pengiring.
Kepala Unit Cagar Budaya Keraton Kacirebonan, Elang Iyan Ariffudin mengatakan, tarian sintren merupakan salah satu bentuk kesenian rakyat yang terdapat di beberapa daerah pesisir pantai, salah satunya di Cirebon.
”Kesenian tarian sintren ini awalnya dimainkan oleh sekelompok anak-anak muda saat mereka sedang menunggu ayahnya pulang melaut,” kata Elang Iyan.
Dalam proses pementasan kesenian ini, seorang wanita yang menjadi penari sintren akan lebih dulu diikat dengan tali dan dimasukkan ke dalam sebuah kurungan yang tutup oleh kain.
Beberapa saat kemudian, sang penari sintren pun akan keluar dengan kondisi tubuh yang sudah terlepas dari ikatan.
Selain itu, saat keluar dari kurungan, penampilan sang penari pun telah berubah. Ia keluar dengan mengenakan pakaian khusus dan berkacamata hitam.
Seirama dengan alunan musik yang mengiringinya, seorang penari sintren akan terus melenggak-lenggok melakukan gerakan tarian.
Namun ketika ada penonton yang melemparkan uang dan tepat mengenai tubuh si penari, maka penari sintren akan terjatuh.
Saat itu, seorang dalang yang mendampingi, kemudian akan kembali mendirikan tubuh si penari sintren. Begitu pun seterusnya.
Menurut Elang Iyan, nama Sintren sendiri berasal dari dua kata yakni Si dan Tren. Si yang berarti Dia, dan Tren yang berarti Putri. Sehingga jika diartikan, nama Sintren memiliki makna Si Putri.
Dahulunya, kata dia, kesenian tari sintren hanya dipentaskan di waktu-waktu tertentu, tepatnya pada saat malam bulan purnama.
Sebab, saat itu belum ada teknologi penerangan atau pencahayaan seperti sekarang.
Namun, kini pementasan tari sintren tidak lagi hanya dilakukan pada malam bulan purnama, melainkan dapat juga dipentaskan pada siang hari dan bertujuan untuk menghibur wisatawan serta memeriahkan acara hajatan.
tari sintren disinyalir sudah ada sebelum ajaran Islam masuk ke tanah Jawa.
Hal ini, kata dia, ditandai dengan adanya syair-syair dalam tarian sintren yang menyebut dewa-dewa.
Setelah ajaran Islam masuk ke tanah Jawa, khususnya di era Walisongo, tarian Sintren juga dijadikan sebagai media dakwah oleh para wali.
”Setelah Islam masuk, khususnya di era Walisongo, syair-syair dalam kesenian tari sintren kemudian diisi dengan ajaran Islam, seperti shalawat,” kata dia.
”Seperti kesenian-kesenian lainnya, walaupun Sintren bukan berasal dari kebudayaan Islam, tapi oleh para wali bisa dijadikan sebagai media dakwah Islam,” kata Elang Iyan menambahkan.(*/dtk)