Suku Dayak adalah suku asli dari Pulau Kalimantan yang hidup berkelompok di pedalaman, gunung, dan sebagainya.
Di pulau yang terkenal dengan sebutan “Isen Mulang” atau artinya pantang mundur ini, memiliki keragaman adat istiadat yang masih begitu kental.
Eksotisme budaya menjadi keunggulan dan ciri khas tersendiri, karena tidak lepas dari keseharian masyarakat, termasuk seni budaya dan olahraga lokal.
Berbicara tentang olahraga lokal, Pulau Kalimantan khususnya provinsi Kalimantan Tengah memiliki olahraga khas yang bernama “Besei Kambe”. Olahraga ini selalu diperlombakan di festival budaya tahunan Kalimantan, yaitu Festival Budaya Isen Mulang (FBIM).
Setiap tahun, festival ini digelar berdekatan dengan Kalimantan Tengah Expo, yang bertujuan untuk menyalurkan bakat-minat dan keahlian para pesertanya dalam melestarikan, mengembangkan, dan mempertunjukkan kebudayaan Dayak.
Kegiatan FBIM diisi oleh berbagai jenis pertandingan dan satu diantaranya adalah Besei Kambe.
Besei Kambe adalah olahraga berupa tarik tambang. Dalam bahasa suku Dayak Ngaju, Besei artinya dayung/pendayung/mendayung, dan Kambe diartikan sebagai roh atau arwah nenek moyang suku Dayak.
Jadi, bagi masyarakat Kalimantan Tengah, cabang olahraga ini dikenal dengan “bekayuh hantu”.
Seperti halnya tarik tambang, pada bagian tengah perahu akan dibuat sebuah andang khusus yang sudah diberi tanda batas.
Uniknya, olahraga rakyat ini dilaksanakan di sungai dengan menggunakan perahu dan dayung.
Sebelum memulai permainan, peserta lomba akan dibagi kedalam dua regu yang masing-masingnya beranggotakan dua orang.
Kedua regu yang akan bertanding tersebut akan duduk saling membelakangi dalam satu perahu.
Aturan selanjutnya adalah masing-masing regu harus bersaing kuat-kuatan untuk mendayung perahu kedua arah yang berlawanan.
Regu yang terlebih dahulu melewati batas penentuan dewan juri, maka dinyatakan sebagai pemenang.
Mitosnya, zaman dahulu disetiap acara adat seperti Tiwah, masyarakat berbondong-bondong datang, tidak hanya dari desa setempat melainkan juga dari desa lain, dan akan pulang saat malam tiba.
Salah satu modal transportasi yang kerap kali digunakan oleh masyarakat pada waktu itu adalah jukung atau perahu kecil.
Jukung dinilai lebih cepat daripada harus berjalan kaki. Dikisahkan pula bahwasanya dulu pada saat berada di tengah sungai, terdengar ada keributan.
Telusuk punya telusuk, sumber suara tersebut bukan berasal dari manusia tetapi makhluk halus yang ada di sungai.
Suara ribut itu dikarenakan makhluk halus yang berada di dalam perahu mendayung saling berlawanan arah sehingga perahunya tidak bergerak.
Mitos itu diceritakan secara turun-temurun ke anak cucu hingga generasi sekarang dan diangkat menjadi salah satu permainan rakyat.
Tidak kalah serunya dengan olahraga kekinian, Besei Kambe juga menjadi daya tarik bagi wisatawan yang berkunjung ke Kalimantan Tengah setiap tahun.
Bagi kamu yang senang dengan olahraga menantang bernuansa budaya daerah, Besei Kambe bisa jadi pilihan dari sekian banyak pertandingan rakyat yang bisa kamu ikuti, apalagi saat berkunjung ke Pulau Kalimantan, khususnya Kalimantan Tengah. ***