BERBURU BABI atau yang sering disebut “baburu kandiak atau ciliang,” adalah tradisi yang telah mengakar di berbagai nagari di Sumatera Barat.
Awalnya, kegiatan ini dilakukan untuk melindungi kebun dari serangan hama.
Namun seiring berjalannya waktu, berburu babi telah menjadi hobi yang melekat pada masyarakat, terutama para pria di daerah tersebut.
Ada kepuasan tersendiri dalam berburu, terutama ketika babi buruan berhasil ditemukan oleh anjing peliharaan yang digunakan untuk memburu babi bersangkutan.
Babi hutan bagi warga Sumatera Barat, memang dianggap sebagai hama karena sering merusak ladang dan tanaman milik warga.
Oleh karena itu, masyarakat berinisiatif melakukan kegiatan berburu babi sebagai solusi untuk melindungi lahan pertanian mereka.
Aktivitas berburu babi, tidak dilakukan setiap hari. Biasanya, tradisi ini diadakan pada hari Minggu dengan lokasi yang selalu berganti, dari satu tempat ke tempat lainnya sesuai dengan kesepakatan para pemburu.
Kegiatan berburu dilakukan untuk mengendalikan populasi babi, tetapi lebih dari itu, ini adalah bagian dari warisan budaya yang harus dipertahankan.
Tak hanya babi, hasil buruan juga bermacam-macam. Mulai dari rusa, kambing hutan hingga landak.
Kegiatan ini juga menjadi ajang berkumpul, mempererat silaturahmi, dan mengembangkan kearifan lokal dalam mengatasi masalah lingkungan.
Bahkan aktivitas ini telah memiliki organisasi tersendiri yang dikenal sebagai Persatuan Olahraga Buru Babi Indonesia (Porbbi).
Kadang-kadang, komunitas itu juga menjadikan perburuan sebagai lomba yang turut mempengaruhi geliat ekonomi masyarakat sekitar.
Kegiatan itu, mampu mendatangkan ribuan orang ke tempat berlangsungnya acara.
Mereka yang datang tidak hanya dari Sumbar tapi juga dari Jambi, Bengkulu dan lainnya.
Berburu babi bukanlah kegiatan tanpa risiko. Mengingat, tradisi ini dilakukan di hutan belantara, ancaman hewan buas sering mengintai para pemburu.
Kehadiran binatang buas seperti ular, beruang, harimau dan sebagainya , bukanlah sesuatu hal yang diinginkan setiap pemburu.
Namun, terkadang inilah realita yang harus dihadapi para pegiat kegiatan ini. (ted)