”Melayangan, atau menerbangkan layangan, tidak hanya sekadar aktivitas rekreasi atau menyalurkan hobi, tetapi juga sebentuk upaya merawat tradisi dan kepedulian terhadap lingkungan”.
MELAYANGAN di Bali kini menghadapi tantangan ketiadaan lahan yang lapang dan terbuka, terutama di perkotaan.
Apalagi di sejumlah kawasan terdapat bentangan kabel listrik dengan tegangan tinggi.
Untuk diketahui, sebagaimana daerah lainnya di Indonesia, di Bali, bermain layang-layang tidak mengenal batas usia.
Bagi sebagian masyarakat di Bali, melayang tidak hanya bentuk hiburan dan rekreasi atau permainan tradisional.
Namun, juga bagian dari upaya merawat tradisi dan menjaga akar budaya serta melestarikan lingkungan.
Melayangan juga bentuk tradisi masyarakat agraris di Bali yang dikaitkan sebagai pemuliaan terhadap Dewa Siwa, yang dipercaya turun ke Bumi sebagai rare angon atau anak gembala.
Layang-layang itu menjadi ungkapan rasa syukur dan rasa bahagia petani atas panenan yang diperoleh.
Layang-layang juga dianggap bagian dari kesempurnaan persembahan kepada Dewa Siwa, yang ikut mengatur siklus kehidupan di dunia dan alam semesta. (Yoga)