SEBAGAI kota dengan catatan sejarah panjang, tentunya Bukittinggi juga sarat dengan keberadaan bangunan cagar budaya yang menyimpan catatan sejarah yang berkait erat dengan budaya dan sejarah negeri ini.
Mulai dari bangunan fenomena bernama Jam Gadang yang berusia nyaris satu abad, rumah kelahiran Bung Hatta dan Benteng For de Kock.
Bangunan lainnya adalah Lobang Jepang, Hotel Merdeka, Mapolresta Bukittinggi, asrama Kodim 0304/Agam, Rumah Gadang Baanjuang, Rumah PDRI dan lain sebagainya.
”Kalau dihitung, ada ratusan bangunan yang masuk dalam kategori cagar budaya. Namun yang didaftarkan ke pemerintah hanya 46 Bangunan saja,” kata Kabid Kebudayaan, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Bukittinggi, Heru Triastanawa.
Meski yang didaftarkan ada 46 bangunan, namun yang dikelola Disdikbud Kota Bukittinggi hanya tiga.
Bangunan tersebut adalah Rumah Kelahiran Bung Hatta, Rumah Gadang Baanjuang dan Kantor Dinas Pendidikan dan Kebudayaan saja.
Monumen Jam Gadang yang fenomenal dan Lobang Japang dikelola Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga. Sementara Rumah PDRI di bawah pengelolaan Dinas Kebudayaan Provinsi Sumatra Barat.
”Sementara sisanya dikuasai dan dipelihara oleh masyarakat selaku ahli waris bangunan bersangkutan,” ucapnya.
Heru yang didampingi Denny selaku penanggungjawab bangunan cagar budaya di instansi bersangkutan menyebutkan, banyak juga diantara bangunan tersebut yang terbengkalai karena pemilik atau ahli warisnya berada di perantauan.
Heru mensinyalir, sebagai kota yang erat dengan sejarah dan budaya di Sumatera Barat dan juga Indonesia, tentunya masih banyak benda bernilai yang dikuasai masyarakat secara perorangan.
”Kami yakin, banyak benda bernilai sejarah dan budaya yang masih dikuasai masyarakat seperti keris, saluak, baju adat ataupun alat musik, alat rumah tangga,” ucapnya lirih.
Melalui Jurnalbudaya.com, Heru mengimbau pada masyarakat yang masih menyimpan benda benda tersebut, untuk menyerahkannya kepada pemerintah.
”Kalau memang sulit untuk memelihara dan merawatnya, silahkan diantar ke pemerintah untuk perawatan yang lebih baik,” katanya berharap.
Saat ini, sebagai bentuk kepedulian pemerintah pada masyarakat yang memiliki bangunan cagar budaya, diberikan keringanan pada pajak.
”Dimana pajak bangunannya diringankan hingga 75 persen,” kata Heru mengakhiri. (ted)