TARI BABANGSAI adalah tarian adat yang dimiliki Suku Dayak tradisional atau tepatnya suku Dayak Bukit.
Biasanya, tarian ini mengiringi upacara adat tertentu yang dilakukan secara rutin setiap tahun sekali sebagai upacara pemanggilan roh leluhur suku asli di sana.
Sesungguhnya Tari Babangsai memiliki kesamaan dengan Tari Kanjar yang populer lebih dahulu di Suku Dayak maupun di seantero Kalimantan Selatan.
Namun, yang membedakan di antara keduanya hanya sosok penarinya saja, yang jika Tari Kanjar semua penarinya adalah laki-laki sedangkan Tari Babangsai, semua penarinya adalah perempuan.
Inti dari tarian Babangsai adalah semua penari perempuan membuat posisi melingkar, lalu melakukan gerakan memutar.
Sedangkan di bagian tengah terdapat sejenis meja atau altar yang berisi berbagai macam sesaji.
Menurut tetua adat setempat, gerakan ini untuk menyambut roh leluhur yang akan datang untuk memakan sesajen tersebut.
Menurut informasinya, Tari Babangsai merupakan tarian rasa syukur atas panen besar yang diterima warga.
Maka dari itu, di setiap perayaan Aruh Ganal atau kenduri panen, tarian Babangsai pasti ada di dalamnya.
Menurut sejarahnya, Tari Babangsai muncul pertama kali di Loksado Hulu Sungai Kalimantan Selatan yang merupakan kawasan dari suku Dayak Meratus.
Kelompok masyarakat inilah yang selalu menari Tari Babangsai selama tujuh hari tujuh malam atau sampai upacara adat Aruh Ganal selesai dilaksanakan.
Namun, jika membaca dari silsilah kemunculan Dayak Bukit dengan Dayak Meratus, sepertinya Tari Babangsai untuk upacara pemanggilan roh memang terlahir lebih dahulu.
Bahkan, menurut riset ahli sejarah, Dayak Meratus adalah Dayak Bukit itu sendiri yang berganti nama karena lebih mengarah pada asosiasi negatif yaitu Dayak Bukit sama dengan orang gunung.
Terdapat tiga konsep pemaknaan di dalam Tari Babangsai yang pembaca perlu mengetahuinya.
Di antaranya ialah konsep religi atau aliran kepercayaan, yang kedua adalah konsep filosofis sedangkan yang terakhir adalah konsep pemaknaan tarian sebagai hiburan masyarakat.
Untuk konsep pertama yaitu aliran kepercayaan, hal ini berlandaskan pada mayoritas suku Dayak Bukit di jaman dahulu yang menganut aliran kepercayaan kaharingan.
Yang mana menurut kepercayaan mereka, roh masih berpotensi untuk memberikan dampak buruk seperti musibah kepada Warga Dayak.
Maka dari itu, lahirlah tari ini yang dianggap sebagai ritual adat pemanggilan roh.
Makna Tari Babangsai yang kedua atau dasar filosofis adalah mengajak para perempuan untuk senantiasa bekerja keras, saling tolong menolong dan memiliki sifat sabar.
Menurut filosofis dari tarian ini, seorang perempuan tidak boleh kalah dengan pria dalam hal apapun.
Meskipun Tari Babangsai semua penarinya adalah perempuan, tetapi tarian ini tetap hadir dalam upacara panen.
Makna yang ketiga yang terkandung pada Tari Babangsai adalah sebagai hiburan rakyat.
Maksudnya untuk memberikan ketenangan dan kenyamanan kepada warga pasca beraktivitas bercocok tanam.
Sehingga mereka bisa kembali bertani dengan suasana yang ceria dipenuhi kebahagiaan. ***








