Provinsi Nusa Tenggara Timur menyimpan sejuta kekayaan alam dan budaya.
Demikian juga dengan cita rasa kuliner yang biasanya melambangkan kekhasan budaya masyarakat setempat.
Masyarakat di Pulau Sabu Raijua memiliki makanan khas yang disebut dengan wolapa.
Dalam bahasa sabu, wolappa berasal dari kata Wo (Sebuah/Sesuatu) dan Lappa (Lipat/dilipat), sehingga wolappa berarti Suatu makanan yang disajikan dengan cara dilipat.
Adapun bahan utama pembuatan wolapa ini adalah beras yang terlebih dahulu direndam kemudian ditumbuk halus.
Setelah itu tepung beras yang telah ditumbuk dicampur dengan gula merah atau gula lontar sehingga berbentuk seperti adonan.
Adonan ini dibentuk dan dibungkus menggunakan daun kelapa lalu dikukus hingga matang.
Untuk proses pengawetan, Wolappa biasanya dijemur di bawah terik matahari selama dua hingga tiga hari agar mendapatkan rasa yang lebih legit dan tidak mudah basi.
Wolappa memiliki peranan penting dalam budaya masyarakat Sabu. Makanan ini sering disajikan dalam berbagai hajatan keluarga sebagai simbol pelestarian dan persatuan.
Selain itu, umumnya orang Sabu menggunakan wolappa sebagai bekal/cadangan makanan apabila ingin perpergian.
Menurut cerita penduduk setempat, Ma Esy, biasanya membawa Wolappa jika akan bepergian keluar Pulau Sabu sebagai bekal.
“Biasanya kalau mau ke Kupang, harus bawa wolappa, selain sebagai oleh-oleh untuk keluarga, saya jadikan bekal juga untuk makan di atas kapal. Makan wolappa saja saya bisa alas perut, bisa kenyang, karena ini bisa terbuat dari beras, jadi mengenyangkan,” ujarnya.
Makanan khas asal Pulau Sabu ini merupakan bagian dari kekayaan kuliner Indonesia, dan mencerminkan keberagaman serta kearifan budaya lokal daerah sehingga sangat penting untuk dijaga dan dilestarikan oleh anak bangsa. (JR)