VADA PAV tak terpisahkan dari kota Mumbai. Hampir setiap warganya, dari buruh pabrik sampai bintang Bollywood, tak ragu mengungkapkan kecintaan mereka pada kudapan ini.
Suresh Thakur melemparkan sejumlah adonan kentang, yang disebut batata vada, ke minyak goreng yang telah dipanaskan di wajan besi sejak pagi-pagi sekali.
Adonan tersebut dibuat dari kentang tumbuk dicampur bumbu masala, cabai hijau, dan, kadang-kadang, bawang bombay yang dicincang halus.
Thakur membentuknya jadi bola sempurna, dan mencelupkannya sebentar ke dalam adonan kacang arab sebelum menggorengnya.
Vada menimbulkan suara mendesis halus ketika dicemplungkan ke minyak panas, dan aroma kacang arab melayang di udara.
Thakur lalu mengiris sepotong roti lunak berbentuk kotak bernama pav, mengoleskan sedikit chutney (sejenis saus dari buah-buahan) cabai-ketumbar, dan menunjukkan semangkuk chutney bawang putih kering.
Lalu roti isi dibungkus dengan kertas koran, menambahkan beberapa cabai hijau goreng (kalau-kalau masih kurang pedas).
Untuk setiap porsinya, udapan ini dijual seharga 12 rupee (sekitar Rp2.500).
Vada pav adalah pasokan karbohidrat yang lezat – dorongan energi seketika.
Sekarang, kudapan ini tak terpisahkan dari kota Mumbai, dengan setiap warganya, dari buruh pabrik, mahasiswa, sampai bintang Bollywood, tak segan-segan mengungkapkan rasa cinta mereka kepadanya.
Lebih dari dua juta roti isi yang renyah dan lezat ini dikonsumsi di pusat keuangan dan metropolis terbesar di India setiap hari.
Walaupun vada pav memang enak (makanan ringan yang digoreng biasanya begitu), kecintaan yang begitu besar pada makanan ini seringkali membuat orang luar kagum.
Tapi sebenarnya ibu kota negara bagian Maharashtra ini punya hubungan budaya yang kuat dengan vada pav, yang melampaui rasa.
Makanan ini diyakini ditemukan pada 1966 oleh seorang warga Mumbai, Ashok Vaidya, yang membuka kios vada pav pertama di seberang stasiun kereta api Dadar, tempat ratusan ribu pekerja – seringkali membutuhkan makanan ringan yang cepat dan murah – singgah setiap hari dalam perjalanan mereka ke pabrik tekstil di pinggiran kota seperti Parel dan Worli.
Vada pav langsung menjadi populer di kalangan Bombayit (julukan bagi warga Mumbai waktu itu).
Vaidya masih menjadi ikon kota Mumbai; seorang jurnalis lokal bahkan membuat dokumenter tentang laki-laki itu, berjudul Vada Pav Inc.
Setelah mogok kerja yang berlangsung selama tahun ’70-an dan ’80-an akhirnya berujung pada penutupan pabrik-pabrik tekstil, banyak mantan buruh pabrik membuka kios vada pav mereka sendiri, didorong oleh partai politik sayap kanan di Maharashtra, Shiv Sena.
”Vada pav kemudian dikooptasi oleh Shiv Sena dengan maksud menawarkan kepada warga Maharashtra alternatif dari kios-kios Udupi yang sangat populer waktu itu,” kata penulis artikel makanan Meher Mirza, merujuk pada kios yang dibuka orang-orang dari kota Udupi di negara bagian Karnataka, India Selatan.
Kampenye Shiv Sena menyusul meningkatnya popularitas beberapa makanan khas India selatan: dosa (kue dadar mirip crepe yang dibuat dari adonan fermentasi, biasanya diisi dengan tumbukan kentang padas) dan idli (kue kukus asin yang dibuat dari ketan hitam dan beras).
Tujuannya ialah meyakinkan warga Mumbai untuk menolak makanan ‘luar’ dan menerima makanan tradisional mereka, strategi yang sangat ampuh dalam masa-masa gejolak ekonomi itu.
Ironisnya, dua komponen utama vada pav – kentang dan roti – diimpor dari Eropa, dibawa ke India oleh bangsa Portugis pada Abad ke-17.
Satu-satunya bahan yang berasal dari kawasan – atau bahkan India – dalam makanan tersebut, adalah besan (tepung kacang arab), yang digunakan untuk melapisi adonan kentang sebelum digoreng.
Tetap saja, warga Mumbai menganggap vada pav sebagai makanan asli ‘Bombay’ (sebutan bagi kota Mumbai yang masih digunakan banyak warganya.
Industri vada pav di Mumbai berkembang dengan lancar hingga tahun 1990-an, dengan kedatangan restoran waralaba internasional seperti McDonald’s, yang menyajikan burger vegetarian mirip dengan vada pav untuk mengakomodasi keengganan banyak orang India terhadap daging sapi.
Akan tetapi meskipun patty-nya terbuat dari kentang goreng, burger McAloo Tikki McDonald’s sangat berbeda dari vada pav.
Tak hanya gagal menandingi ramuan rempah-rempah dari vada pav rumahan, tetapi juga menyisakan sedikit ruang untuk berkreasi.
Rasa vada pav bergantung sepenuhnya pada selera pribadi si tukang masak, dengan setiap pedagang mengklaim punya resep rahasia atau bumbu spesial yang membuat vada pav buatannya unik; tambahan sejumput masala, atau taburan choora (remah-remah renyah yang tersisa di bawah wajan penggorengan) bersama vada.
Tak mengherankan kalau vada pav selalu lebih populer di Mumbai, tempat makanan ini laku kerasa di kios-kios makanan kaki lima.
Di awal tahun 2000-an wirausahawan lokal Dheeraj Gupta melihat kesempatan ekonomi dan membuka restoran waralaba vada pav JumboKing. “Menyebut makanan ini sebagai ‘burger India’ memberinya nilai aspirasional, juga konteks budaya bagi mereka yang tinggal di luar kota Mumbai,” kata Gupta.
Perusahaan Gupta juga memperkenalkan beberapa modifikasi baru pada jajanan tradisional ini, misalnya vada pav Schezwan (terinspirasi dari makanan Cina) dan vada pav Nacho (ditaburi kepingan tortilla).
Gupta berkata varian modern ini disukai para konsumen, mencakup 40% total penjualan.
JumboKing kini memiliki 75 toko di Mumbai, dengan setiap toko menjual lebih dari 500 vada pav setiap hari, kata Gupta.
Waralaba ini juga bisa ditemukan di kota-kota seperti Pune dan Indore, dan Gupta berencana mengembangkan bisnisnya lebih jauh lagi dalam lima tahun ke depan.
Bagaimanapun, banyak warga Mumbai masih memilih rasa vada pav yang dibuat di kios-kios kaki lima.
Kios vada pav paling populer – seperti Aaram Milk Bar yang terletak di seberang Terminal Chhatrapai Shivaji atau Ashok Vada Pav di pinggiran kota Dadar – masih bisa ditemukan di dekat stasiun-stasiun kereta api di pinggiran kota untuk melayani para komuter yang mengandalkan kereta api ‘lokal Bombay’ untuk pergi bekerja.
Beberapa pedagang bahkan mulai menjual versi adaptasi mereka sendiri, menawarkan vada pav Schezwan dan jagung manis yang khas. ***