Di Sampang, Madura, setiap bulan Suro dalam penanggalan Jawa menjadi momen yang penuh makna bagi masyarakat pesisir.
Tepatnya pada tanggal 11 bulan Suro, tradisi Rokat Tase’ digelar dengan penuh kekhidmatan.
Sebagai salah satu warisan budaya yang masih lestari hingga kini, tradisi ini bukan sekadar ritual tahunan, tetapi juga wujud syukur, doa, dan solidaritas bagi para nelayan dan keluarganya.
Rokat Tase’ berasal dari kata “rokat,” yang dalam bahasa Madura berarti selamatan atau pengharapan.
Tradisi ini konon telah dilakukan jauh sebelum Islam menyentuh tanah Nusantara. Kala itu, Rokat Tase’ dikaitkan dengan kepercayaan kepada penguasa laut.
Namun, seiring waktu, tradisi ini beradaptasi dengan nilai-nilai Islam, mencerminkan rasa syukur kepada Tuhan atas limpahan rezeki dari laut serta doa perlindungan dari bahaya saat melaut.
Di balik sesaji yang dilarungkan ke laut, ada simbol pengakuan akan harmoni antara manusia dan alam.
Masyarakat percaya bahwa laut bukan sekadar sumber kehidupan, tetapi juga memiliki kekuatan besar yang harus dihormati dan dijaga keseimbangannya.
Makna Filosofis di Balik Ritual
1. Doa dan Harapan
Inti dari Rokat Tase’ adalah doa. Bagi masyarakat nelayan, laut adalah ladang penghidupan sekaligus ancaman.
Oleh karena itu, mereka memanjatkan doa untuk keselamatan, perlindungan dari marabahaya, dan hasil tangkapan yang melimpah.
Tradisi ini mengingatkan bahwa di tengah keterbatasan manusia, Tuhan adalah sumber utama rezeki dan keselamatan.
2. Persembahan kepada Penguasa Laut
Sesaji dalam Rokat Tase’ terdiri atas makanan, buah-buahan, dan barang-barang yang diletakkan di atas perahu kecil (parao letek).
Setelah dibacakan doa dan mantra, perahu ini dilarungkan ke laut.
Prosesi ini adalah simbol rasa syukur masyarakat atas hasil laut yang telah menghidupi mereka sekaligus bentuk penghormatan kepada alam yang menjadi sumber kehidupan mereka.
3. Kebersamaan dan Solidaritas
Rokat Tase’ bukan hanya tentang hubungan individu dengan Tuhan, tetapi juga tentang hubungan antarwarga.
Dalam pelaksanaannya, masyarakat berkumpul, berbagi makanan, dan bersama-sama menjalankan ritual.
Tradisi ini memperkuat rasa solidaritas dan kebersamaan, nilai yang sangat penting bagi komunitas nelayan yang saling bergantung satu sama lain untuk bertahan hidup.
Proses Pelaksanaan yang Sarat Makna
Tradisi Rokat Tase’ biasanya dilaksanakan melalui tiga tahap utama:
1. Istigasah
Acara dimulai dengan doa bersama atau istigasah, di mana ayat-ayat suci Al-Qur’an dibacakan untuk memohon perlindungan dan keberkahan.
2. Pelarungan Sesaji
Pada inti ritual, sesaji diletakkan di perahu kecil. Setelah doa dan mantra dibacakan, perahu itu dilarungkan ke tengah laut, diiringi harapan dan doa masyarakat agar seluruh nelayan selamat dan rezeki mereka melimpah.
3. Pagelaran Kesenian
Sebagai penutup, diadakan pertunjukan seni tradisional seperti tari remo atau ludruk.
Hiburan ini menjadi momen untuk merayakan kebersamaan dan mempererat hubungan antarwarga. ***