CAROK merupakan pertarungan dengan alasan tertentu yang sangat ekstrem, yang menyinggung masalah harga diri kemudian diikuti antarkelompok atau antarklan dengan menggunakan senjata.
Berikut ini asal-usul carok.
Mengenai asal-usul carok ini dikutip dari situs resmi Digilib UIN Sunan Ampel Surabaya.
Carok dalam bahasa Kawi Kuno artinya perkelahian.
Pertengkaran tersebut biasanya melibatkan dua orang atau dua keluarga besar.
Bahkan sering terjadi antarpenduduk desa di Bangkalan, Sampang, dan Pamekasan.
Pemicu carok bisa berupa perebutan kedudukan di keraton, perselingkuhan, dan rebutan tanah.
Bisa juga dendam turun-temurun selama bertahun-tahun.
Pada abad ke-12 zaman Kerajaan Madura saat dipimpin Prabu Cakraningrat, dan abad ke-14 di bawah pemerintahan Jokotole, istilah carok masih belum dipahami.
Bahkan pada masa pemerintahan Penembahan Semolo, putra dari Bindara Saud putra Sunan Kudus di abad ke-17, tidak ada istilah Carok.
Munculnya Istilah Carok
Munculnya carok di pulau Madura bermula pada zaman penjajahan Belanda, yaitu pada abad ke-18 M.
Setelah Pak Sakera tertangkap dan dihukum gantung di Pasuruan, Jawa Timur, orang-orang bawah mulai berani melakukan perlawanan pada penindas. Senjatanya adalah celurit.
Saat itu timbul keberanian melakukan perlawanan. Namun, pada masa itu mereka tidak menyadari telah dihasut oleh Belanda.
Mereka diadu dengan golongan keluarga Blater (jagoan) yang menjadi kaki tangan penjajah Belanda.
Karena provokasi Belanda, golongan Blater yang seringkali melakukan carok pada masa itu.
Pada saat Carok, mereka tidak menggunakan senjata pedang atau keris sebagaimana yang dilakukan masyarakat Madura zaman dahulu.
Akan tetapi menggunakan celurit sebagai senjata andalannya.
Senjata celurit ini sengaja diberikan Belanda kepada kaum Blater dengan tujuan merusak citra Pak Sakera sebagai pemilik sah senjata tersebut.
Karena Sakera adalah seorang pemberontak dari kalangan santri dan seorang muslim yang taat menjalankan agama Islam.
Celurit digunakan Sakera sebagai simbol perlawanan rakyat jelata terhadap penjajah Belanda.
Sedangkan bagi Belanda, celurit disimbolkan sebagai senjata para jagoan dan penjahat.
Upaya Belanda berhasil merasuki sebagian masyarakat Madura dan menjadi filsafat hidupnya.
Bahwa kalau ada persoalan, perselingkuhan, perebutan tanah, dan sebagainya selalu menggunakan kebijakan dengan jalan carok.
Alasannya adalah demi menjunjung harga diri.
Orang Madura mengenal semboyan Lebbi Begus Pote Tollang E Tembeng Pote Matah. Artinya, lebih baik mati berkalang tanah dari pada menanggung malu.
Tidak heran jika terjadi perselingkuhan dan perebutan tanah di Madura, maupun pada keturunan orang Madura di Jawa dan Kalimantan, kerap diselesaikan dengan jalan carok perorangan maupun secara massal.
Reaksi yang demikian ekstrem itu juga kadang diharapkan dan didorong oleh kerabat, tetangga, dan penonton dari orang yang dihina dan dipermalukan.
Tidak ada yang lebih memalukan dari pada jawaban menghindar, sabar atau gentar, terhadap perlakuan yang mengucilkan dan menistakan.
Pelaku carok bisa satu orang melawan satu orang, satu orang lawan dua orang, atau dua orang lawan satu orang.
Bahkan ada kasus carok antara satu orang melawan tiga orang atau lebih.
Jika carok dilakukan oleh lebih dari satu orang, pasti pelaku carok dibantu oleh kerabat dekatnya (taretan dalem) yang memiliki sifat egois atau sebagai orang yang sangat jago.
Jika ada balasan dari pihak yang kalah terhadap pihak yang menang, ada kemungkinan yang akan melakukannya adalah orang tua.
Jika orang tua tidak mampu melakukan dikarenakan alasan usia yang sudah tua atau alasan tertentu, maka ada kemungkinan yang lain seperti saudara kandungnya (kakak atau adik) atau kerabat dekatnya. Seperti saudara sepupu.
Carok balasan itu tidak langsung dilakukan dikarenakan musuhnya masih di dalam penjara yang hukuman tidak pidananya berkisar rata-rata tiga sampai lima tahun.
Sasaran berikutnya adalah kerabat dekatnya, terutama orang tua. Karena itu dianggap sebagai representasi dari musuhnya.
Jika tidak memungkinkan, misalnya sudah meninggal dunia. Maka yang menjadi incaran kedua adalah saudara-saudara laki-lakinya, sepupu laki-lakinya atau kerabat lain yang di anggap masih ada ikatan saudara dengan keluarga dalam.
Sasaran itu harus dilakukan kepada orang yang sangat kuat dalam segi fisik dan ekonominya.
Dua Jenis Carok
Ada dua jenis carok yang sering dilakukan. Yang pertama adalah Ngonggai, suatu cara melakukan carok dengan sengaja mendatangi rumah musuh untuk menantangnya.
Orang yang Ngonggai pasti memiliki keberanian yang luar biasa dan persiapan yang matang.
Oleh karena itu, cara ini lebih dihargai dari pada cara yang kedua yaitu Nyelep.
Nyelep adalah cara yang dilakukan oleh pelaku carok dengan cara menyerangnya dari belakang atau dari samping.
Dari dua kategori ini bisa disimpulkan bahwa carok itu bisa direncanakan dan ada pula yang spontan.
Celurit
Celurit merupakan senjata tajam yang berbentuk bulan sabit. Lazimnya celurit adalah tidak lebih dari pada salah satu alat tajam kegiatan pertanian.
Namun begitu, sesuai dengan bentuknya, celurit sangat berkesan untuk mencederakan orang lain.
Celurit begitu erat dengan orang Madura sejak zaman Pak Sakera. ***