Tradisi menjadi suatu bagian yang tak terpisahkan dari suatu kelompok masyarakat karena telah menjadi kebiasaan yang dilakukan secara turun-temurun dari generasi ke generasi.
Sebagai negara yang dihuni oleh beragam suku menjadikan Indonesia kaya akan berbagai macam tradisi unik.
Salah satu suku yang masih memegang erat tradisinya adalah suku Mentawai.
Dilansir dari Jurnal Tradisi Tato, neruncingkan Gigi pada Wanita Suku Mentawai dalam Perspektif Tindakan Sosial karya Nunung Andriani, Suku yang menduduki kepulauan Mentawai, Pulau Siberut, Sumatera Barat ini memiliki sebuah tradisi unik yaitu meruncingkan atau mengerik gigi dan bertato bagi para Wanita.
Jika biasanya seorang wanita yang ingin terlihat cantik dengan cara merawat wajah dan menjaga bentuk tubuhnya, namun hal berbeda terjadi pada perempuan di suku Mentawai.
Mereka mempercantik diri dengan meruncingkan gigi dan membuat tato di tubuhnya.
Masyarakat suku Mentawai percaya bahwa untuk mendapatkan kebahagiaan dalam jiwa harus diikuti dan sejalan dengan bentuk tubuh.
Mereka percaya bahwa mengerik gigi dapat menambah aura kecantikan dan melambangkan kedewasaan seorang wanita.
Bagi suku Mentawai, seorang wanita dapat dikatakan cantik apabila telah memenuhi tiga kriteria, yakni memiliki telinga yang panjang, tubuh yang berhiaskan tato, dan gigi yang runcing.
Keinginan jiwa dalam memenuhi standar kecantikan yang sebenarnya bagi seorang wanita adalah agar setiap langkahnya dapat memberikan pesona bagi para lelaki yang melihatnya.
Sehingga tradisi kerik gigi ini dimaknai sebagai salah satu perjuangan para wanita suku Mentawai dalam menemukan jati dirinya.
Proses kerik gigi wanita suku Mentawai dilakukan secara manual dengan alat dari besi yang telah diasah hingga tajam.
Proses meruncingkan gigi ini sangat menyakitkan karena dilakukan tanpa proses anestesi (bius) sama sekali.
Pengerikan gigi ini juga memakan waktu yang cukup lama sehingga butuh mental yang kuat dan tangguh bagi yang ingin melakukannya.
Namun meskipun terasa menyakitkan, tradisi ini masih dijaga erat oleh masyarakat Mentawai.
Tidak jarang para wanita menantikan prosesi peruncingan gigi ini dengan tujuan agar dapat terlihat cantik dan menawan dengan bentuk gigi mereka.
Biasanya prosesi ini diikuti oleh wanita yang akan menikah.
Suku Mentawai memaknai tradisi ini sebagai sikap untuk mengendalikan diri dari enam sifat buruk manusia yang telah lama tertanam atau disebut juga sebagai Sad Ripu, yang terdiri atas hawa nafsu (Kama), tamak (Lobha), marah (krodha), mabuk (Maba), iri hati (Matsarya), dan bingung (Moha). ***