July 4, 2025
Jurnal Budaya
No Result
View All Result
  • Home
  • Redaksi
  • Agenda Budaya
  • Lintas Budaya
  • Megapolitan
  • Nasional
  • Regional
  • Internasional
  • Gaya Hidup
  • Home
  • Redaksi
  • Agenda Budaya
  • Lintas Budaya
  • Megapolitan
  • Nasional
  • Regional
  • Internasional
  • Gaya Hidup
No Result
View All Result
Morning News
No Result
View All Result
  • Home
  • Redaksi
  • Agenda Budaya
  • Lintas Budaya
  • Megapolitan
  • Nasional
  • Regional
  • Internasional
  • Gaya Hidup
Home budaya

Tiban, Tradisi Minta Hujan di Tulung Agung ‎

Redaksi by Redaksi
2 July 2025
in budaya, Tradisi
0
Tiban, Tradisi Minta Hujan di Tulung Agung  ‎

‎Penduduk Desa Wajak, Kecamatan Boyolangu, Kabupaten Tulungagung yang mayoritas bermata pencaharian sebagai petani memiliki kesenian Tiban.

Tradisi ini dilakukan untuk meminta hujan ketika kemarau panjang.

BACA JUGA

Belly Dance, Tarian Unik dari Timur Tengah 

Telingaan, Tradisi Memanjangkan Kuping Masyarakat Dayak ‎

‎Tradisi Tiban dilakukan dengan mempertunjukkan adu kekuatan menggunakan cambuk. Lalu, bagaimana asal-usul tradisi Tiban yang ada di Desa Wajak?

‎1. Asal-usul Kesenian Tiban di Desa Wajak

‎Desa Wajak berada di bagian selatan Kabupaten Tulungagung. Tiban merupakan salah satu kesenian yang dihasilkan dari peradaban kebudayaan masyarakat Desa Wajak.

‎Kesenian ini melibatkan adu kekuatan dan daya tahan tubuh dengan menggunakan cambuk. Cambuk yang digunakan dibuat dari sada aren sebagai senjata pemain.

‎Istilah Tiban ada pada masa pemerintahan Adipati Nilo Suwarno atau Surontani ke-II. Tepatnya, istilah Tiban sudah ada sejak sekitar abad ke-15.

‎Alkisah, Tumenggung Surontani II murka mendapat fakta bahwa sang putri yakni Dewi Roro Pilang mengandung di luar pernikahan. Sang putri mengaku dihamili oleh Gusti Panembahan.

‎Tumenggung Surontani II yang murka kemudian meminta pertanggungjawaban Gusti Panembahan melalui utusannya. Sambil menunggu kabar, ia kemudian menggelar hiburan rakyat melalui pertunjukan adu kekuatan yang dinamai Tiban.

‎Pertunjukan Tiban merupakan strategi Tumenggung Surontani II untuk mencari prajurit yang tangguh. Pencarian prajurit ini tidak lain untuk menghadapi serangan.

‎Bersamaan dengan pertunjukan tersebut, Wajak pada masa itu dilanda kemarau yang panjang. Oleh karenanya, para warga kemudian memanjatkan doa kepada Yang Maha Kuasa agar diturunkan hujan.

Selain berdoa, para prajurit pun membuat persembahan jenang seribu atau dikenal dengan nama dawet.

‎2. Perkembangan Tiban pada Masa Penjajahan Belanda

‎Pada masa penjajahan Belanda, tradisi Tiban terus berlanjut bahkan mendapat persetujuan dari pemerintah Belanda.

Alasan persetujuan tersebut karena Tiban dapat dijadikan sebagai alat untuk adu domba.

Serta adanya kekuatan magis atau gaib yang membuat Belanda kagum akan kesenian tersebut.

‎3. Perkembangan Tiban pada Masa Kini

‎Kesenian Tiban masih terus berkembang hingga kini. Tradisi ini utamanya digelar oleh masyarakat Desa Wajak setiap musim kemarau.

Masyarakat Desa Wajak percaya bahwa Tiban ini bisa menurunkan hujan.

‎Selain sebagai tradisi untuk meminta hujan, kesenian ini juga biasanya digelar pada bulan Suro yang merupakan bulan suci untuk melakukan ritual.

‎Kesenian Tiban digelar pada siang hari sekitar pukul 12.30 WIB. Tempat digelarnya Tiban di tanah lapang dengan panggung terbuka berbentuk lingkaran.

‎4. Pertunjukan Kesenian Tiban di Desa Wajak

‎Sebelum pertunjukan Tiban dimulai, para sesepuh atau tetua adat Desa Wajak akan melakukan ziarah ke Makam Tumenggung Surontani II. Ziarah ini ditujukan untuk meminta izin gelaran pertunjukan Tiban.

‎Selain itu, terdapat persembahan jenang dawet, minuman yang terbuat dari tepung beras serta campuran gula merah cair dan santan.

Sajian dari beras ini dimaknai sebagai simbol rasa syukur masyarakat Desa Wajak.

‎Minuman ini kemudian dibagikan kepada para peniban (pemain) dan para pelandang (wasit) Desa Wajak, agar pemain tidak merasakan kesakitan ketika terkena lecutan.

‎Pertunjukan Tiban ini dilakukan oleh dua orang peniban atau dua orang pemain. Pertunjukan ini akan diawasi oleh satu atau dua orang wasit yang biasa disebut dengan Landang.

‎Para peniban harus bertelanjang dada karena cambuk hanya diperbolehkan hanya pada badan (dada sampai pinggang).

Tidak diperbolehkan mencambuk bagian atas tubuh, seperti kepala dan wajah. Setiap babaknya, peniban diberi tiga kali cambukan. Artinya setiap babak terdapat enam cambukan.

‎Bagi peniban yang melanggar peraturan, peniban akan dikeluarkan dari arena dan tidak diperbolehkan mengikuti pertunjukan tiban.

Pertunjukan Tiban ini juga diiringi dengan musik gamelan Jawa yang terdiri dari kendhang gedhe, saron, kenthongan, ketuk, kenong, dan gong suwuk.

‎Sementara sambuk atau ujong dibuat secara tumpul pada bagian ujungnya. Ujong ini sendiri berasal dari sada aren atau kurang lebih 15 batang lidi aren yang kemudian dipilin menjadi satu.

Beberapa bagian diberi suli (pengikat yang dibuat dari anyaman kulit pelepah aren atau dari kulit bambu yang dianyam halus).

‎Setelah permainan selesai, para peniban dan pelandang akan bersalaman. Hal ini ditujukan agar kerukunan antarmasyarakat dapat terjalin dengan baik.

Mereka pun saling meminta maaf karena Tiban digunakan sebagai ritual bukan pertarungan.

‎Setelah bermaaf-maafan, sesepuh Desa Wajak akan memimpin doa bersama agar Tiban ini dapat mendatangkan rahmat dari Tuhan Yang Maha Kuasa dengan diturunkannya hujan. ***

‎

Tags: Tradisi cambuk tibanTradisi minta hujanTradisi Tiban

Post Terkait

Belly Dance, Tarian Unik dari Timur Tengah 
budaya

Belly Dance, Tarian Unik dari Timur Tengah 

3 July 2025
5
Telingaan, Tradisi Memanjangkan Kuping Masyarakat Dayak  ‎
budaya

Telingaan, Tradisi Memanjangkan Kuping Masyarakat Dayak ‎

3 July 2025
2
Sombrero, Topi Unik dari Mexico
budaya

Sombrero, Topi Unik dari Mexico

2 July 2025
2
Nyulo, Tradisi Berburu Udang & Kepiting di Belitung 
budaya

Nyulo, Tradisi Berburu Udang & Kepiting di Belitung 

2 July 2025
2
Toge Goreng, Kuliner Betawi yang Tak Digoreng   ‎
budaya

Toge Goreng, Kuliner Betawi yang Tak Digoreng  ‎

1 July 2025
4
Pesona Pariangan, Salah Satu Desa Terindah di Dunia  ‎
budaya

Pesona Pariangan, Salah Satu Desa Terindah di Dunia ‎

1 July 2025
2
Next Post
Sombrero, Topi Unik dari Mexico

Sombrero, Topi Unik dari Mexico

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

BERITA POPULER

  • Dendang KIM Meriahkan Halal Bihalal dan Pelantikan Pengurus DPD IKS Kota Bengkulu Periode 2024 – 2029

    Dendang KIM Meriahkan Halal Bihalal dan Pelantikan Pengurus DPD IKS Kota Bengkulu Periode 2024 – 2029

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Harumkan Nama Bengkulu, Izzatul Azizah,  Ukir Prestasi di Dua Kategori  Pada Kejuaraan Pencak Silat Smamuda Festival Championship Se-Malang Raya

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Resmi Dilantik, Mulyadi Mandai S.Sos Nahkodai IKSMB Periode 2025 – 2030

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Elly Sri Pujianti Tuntaskan 32 Tahun Pengabdian di PWI

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Orang-Orang Berengsek di Tarumanegara

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
Follow Our Social Media

Informasi

  • Redaksi
  • Tentang Kami
  • Pedoman Media Siber

Alamat

Jalan Veteran II No 7 C Gambir , Jakarta 10110

Kontak

  • Email : Elly@jurnalbudaya.com
  • Redaksi : 021 87983445

Copyright © 2023 | jurnalbudaya.com 

No Result
View All Result
  • Home
  • Redaksi
  • Agenda Budaya
  • Lintas Budaya
  • Megapolitan
  • Nasional
  • Regional
  • Internasional
  • Gaya Hidup

Copyright © 2024 jurnalbudaya.com

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In