July 4, 2025
Jurnal Budaya
No Result
View All Result
  • Home
  • Redaksi
  • Agenda Budaya
  • Lintas Budaya
  • Megapolitan
  • Nasional
  • Regional
  • Internasional
  • Gaya Hidup
  • Home
  • Redaksi
  • Agenda Budaya
  • Lintas Budaya
  • Megapolitan
  • Nasional
  • Regional
  • Internasional
  • Gaya Hidup
No Result
View All Result
Morning News
No Result
View All Result
  • Home
  • Redaksi
  • Agenda Budaya
  • Lintas Budaya
  • Megapolitan
  • Nasional
  • Regional
  • Internasional
  • Gaya Hidup
Home budaya

Pacu Adrenalin dengan Pacu Itik ‎

Redaksi by Redaksi
27 June 2025
in budaya, Tradisi
0
Pacu Adrenalin dengan Pacu Itik  ‎

‎Pacu Itik atau balapan itik, namanya mungkin tidak begitu santer terdengar seperti halnya pacu kuda maupun pacuan sapi (karapan sapi).

Namun, pacu itik atau dikenal dengan nama “Pacu Itiak” ini sudah banyak diminati karena tradisi ini sangat unik dan mengandung banyak filosofi.

BACA JUGA

Belly Dance, Tarian Unik dari Timur Tengah 

Telingaan, Tradisi Memanjangkan Kuping Masyarakat Dayak ‎

‎Perlombaan pacu itik ini mulai dikenalkan sejak 90 tahun yang lalu oleh seorang petani bernama Jamin.

Suatu sore, saat Jamin hendak menggiring itik-itiknya menuju ke kandang.

Tiba-tiba, beberapa dari itiknya terbang menjauh dari kawanannya. Tidak hanya sekali, beberapa kali itik-itiknya melakukan hal serupa.

Bahkan, hal ini menjadi hiburan tersendiri bagi Jamin tiap kali dia menggiring itik-itiknya.

‎Kejadian yang menarik ini, akhirnya dia ceritakan kepada orang-orang saat mereka minum kopi di lapau-lapau.

Awalnya mereka tidak percaya dengan cerita Jamin. Namun, hal tersebut masih terus dia ceritakan hingga akhirnya mereka pun percaya.

‎Mereka pun kemudian mencoba menerbangkan itik-itik yang sudah ditandai oleh Jamin.

Itik-itik itu diterbangkan dari tempat yang tinggi ke tempat yang lebih rendah, dan benar saja itik-itik itu terbang mengitari perbukitan dan pematang sawah.

‎Cerita itik bisa terbang pun akhirnya tersebar luas dan menjadi permainan tradisional yang menarik bagi masyarakat setempat.

Jamin sang pemilik itik terbang akhirnya dipercaya menjadi joki pacu itik.

Perlombaan pacu itik pun akhirnya menjadi ajang perlombaan berhadiah.

‎Tidak semua jenis itik yang bisa mengikuti perlombaan pacu itik.

Ada beberapa kriteria yang menjadi andalan para joki atau pemilik itik yang ingin mengikutsertakan itiknya dalam ajang pacu itik, yakni:

‎Rata-rata itik yang diikutsertakan dalam perlombaan yakni itik betina yang berusia sekitar 3 hingga 4 bulan;

‎itik bersayap elang yang rapi menghadap ke atas (sayap kecil di lapisan atas kepak);

‎itik memiliki sayap yang tebal;

‎badan itik agak panjang dan berleher pendek;

‎itik bersisik yang berisi penuh di kedua kakinya;

‎itik berbulu yang serasi, mulai dari paruh, badan, hingga kakinya; dan

‎memiliki gigi berjumlah ganjil antara 5, 7, dan 9 gigi.

‎Itik yang diikutsertakan dalam perlombaan harus memiliki perawatan khusus agar hewan tersebut dapat menampilkan performa yang baik dan tetap prima.

Perawatan yang biasa dilakukan antara lain:

‎Itik sebaiknya dimandikan setiap pagi dan sore hari.

‎Setiap malam bulu itik digosok dan diremas pantatnya.

‎Mengatur pola makan itik untuk mempertahankan berat badan yang ideal.

‎Makan-makanan yang bergizi, seperti telur, padi dengan sikuai, puding, serta obat-obatan alami untuk menstimulasi gerakan-gerakan otot sayapnya.

‎Perlombaan pacu itik diselenggarakan oleh Persatuan Olahraga Terbang Itik (Porti) dan mendapat pembinaan dari dinas pariwisata kabupaten.

‎Tidak semua nagari atau kampung di Provinsi Sumatera Barat yang memiliki tradisi pacu itik.

Ada 4 kampung yang mengadakan pacu itik, yakni kampung Sawah Padang Aua Kuniang, Aie Tabik di Kota Payakumbuh, Tanjung Haro Sikabu-kabu Padang Panjang, dan Sungai Kamuyang di Kabupaten Lima Puluh Kota.

‎Perlombaan pacu itik ini sempat terhenti. Kemudian, diadakan kembali pada tahun 1980-an oleh seorang camat bernama Amasri BA yang kemudian mendapat julukan “Camat Itik”.

Saat ini pun, perlombaan pacu itik sering diadakan di kota/kabupaten yang memiliki gelanggang pacu itik.

‎Perlombaan pacu itik terdiri dari beberapa jarak nomor pacu, antara lain nomor pacu 800 meter, 1000 meter, 1200 meter, dan 1600 meter atau biasa disebut pacu itik jalan panjang. Untuk pacuan nomor 800—1000 meter atau jarak pendek, biasanya itik akan dilempar oleh joki atau pemiliknya ke atas udara.

Lalu, itik terbang lurus di atas ketinggian 10—20 meter, dan mendarat di bawah garis mati (finish).

Jika itik mendarat melewati garis mati, maka itik yang diikutsertakan dalam perlombaan akan gugur atau kalah.

‎Sedangkan untuk nomor pacu 1200—1600 meter, itik yang dilombakan tidak harus mendarat di garis mati yang sudah ditetapkan, melainkan itik diperbolehkan mendarat di bawah atau di atas garis mati selama itik tersebut tetap terbang lurus.

‎Ketentuan pemenang nomor pacu jarak pendek, yakni itik yang mendarat terlebih dahulu di garis mati.

Sedangkan untuk nomor pacu itik jalan panjang, pemenangnya yakni itik yang tetap terbang lurus dengan jarak yang sudah ditentukan.

‎Dalam perlombaan pacu itik juga mengandung banyak filosofi. Jika dilihat dari sayap itik yang lurus menghadap ke langit mengandung makna kejujuran.

Para penonton mengandung makna kesederhanaan tanpa memandang jabatan, usia, dan gender.

Adapun dari peternak mengandung makna kedisiplinan, ketekunan, dan kebersihan sehingga itik yang diikutsertakan dalam perlombaan pun bebas dari penyakit. ***

‎

Tags: Menerbangkan ItikPacu ItikPerlombaan Pacu Itik

Post Terkait

Belly Dance, Tarian Unik dari Timur Tengah 
budaya

Belly Dance, Tarian Unik dari Timur Tengah 

3 July 2025
5
Telingaan, Tradisi Memanjangkan Kuping Masyarakat Dayak  ‎
budaya

Telingaan, Tradisi Memanjangkan Kuping Masyarakat Dayak ‎

3 July 2025
2
Sombrero, Topi Unik dari Mexico
budaya

Sombrero, Topi Unik dari Mexico

2 July 2025
2
Tiban, Tradisi Minta Hujan di Tulung Agung  ‎
budaya

Tiban, Tradisi Minta Hujan di Tulung Agung ‎

2 July 2025
3
Nyulo, Tradisi Berburu Udang & Kepiting di Belitung 
budaya

Nyulo, Tradisi Berburu Udang & Kepiting di Belitung 

2 July 2025
2
Toge Goreng, Kuliner Betawi yang Tak Digoreng   ‎
budaya

Toge Goreng, Kuliner Betawi yang Tak Digoreng  ‎

1 July 2025
4
Next Post
Sajojo, Tarian Atraktif dari Bumi Papua

Sajojo, Tarian Atraktif dari Bumi Papua

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

BERITA POPULER

  • Dendang KIM Meriahkan Halal Bihalal dan Pelantikan Pengurus DPD IKS Kota Bengkulu Periode 2024 – 2029

    Dendang KIM Meriahkan Halal Bihalal dan Pelantikan Pengurus DPD IKS Kota Bengkulu Periode 2024 – 2029

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Harumkan Nama Bengkulu, Izzatul Azizah,  Ukir Prestasi di Dua Kategori  Pada Kejuaraan Pencak Silat Smamuda Festival Championship Se-Malang Raya

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Resmi Dilantik, Mulyadi Mandai S.Sos Nahkodai IKSMB Periode 2025 – 2030

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Elly Sri Pujianti Tuntaskan 32 Tahun Pengabdian di PWI

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Orang-Orang Berengsek di Tarumanegara

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
Follow Our Social Media

Informasi

  • Redaksi
  • Tentang Kami
  • Pedoman Media Siber

Alamat

Jalan Veteran II No 7 C Gambir , Jakarta 10110

Kontak

  • Email : Elly@jurnalbudaya.com
  • Redaksi : 021 87983445

Copyright © 2023 | jurnalbudaya.com 

No Result
View All Result
  • Home
  • Redaksi
  • Agenda Budaya
  • Lintas Budaya
  • Megapolitan
  • Nasional
  • Regional
  • Internasional
  • Gaya Hidup

Copyright © 2024 jurnalbudaya.com

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In