SENYUM manis awalnya menghiasi muka pemerintah dan juga warga Kota Bukittinggi pasca kehadiran mesin pengolahan sampah sistem pirolisis di Dinas Lingkungan Hidup Kota Bukittinggi.
Akan tetapi, sejak dioperasikan per 1 Mei 2025, ternyata kerja mesin belum sesuai yang diharapkan, ini tentunya menjadi sebuah hal yang pantas dipertanyakan.
Karena awalnya keberadaan mesin yang anggarannya nyaris menyentuh angka 11 miliar tersebut, digadang gadang bisa menjadi jawaban atas persoalan sampah yang diproduksi di kota tersebut setiap harinya yang berkisar antara 100 hingga 120 ton.
Kabid Pengolahan Sampah DLH Kota Bukittinggi, Asrar Fernando yang ditemui di lokasi keberadaan mesin tersebut mengakui, mesin berharga mahal tersebut sudah beroperasi selama dua bulan.
“Mesin ini sudah dua bulan beroperasi atau terhitung sejak diresmikan pada tanggal 1 Mei 2025 lalu,” ujar pria yang akrab disapa Edo ini menjelaskan.
Mesin itu sendiri, menurutnya dapat mengolah sampah sekitar 40 ton per hari dari total sampah yang dihasilkan kota Bukittinggi di kisaran 100 sampai 120 ton per hari.
“Operasional belum optimal yang disebabkan kustomisasi peralatan yang harus menyesuaikan dengan karakteristik sampah di Kota Bukittinggi,” imbuhnya.
Dengan belum optimalnya kerja alat tersebut, Edo belum bisa memberikan penjelasan menyangkut kinerjanya dan juga efisiensi dana yang bisa ditekan dalam pembiayaan operasional sampah yang dibawa ke TPA.
Karena masih dalam masa pemeliharaan, pihak rekanan kata dia, bisa diminta untuk mengkustomisasi (masa pemeliharaan dalam proyek bisa dinegosiasikan dan disesuaikan-red).
Salah satu contohnya adalah, rekanan telah memperbaiki sistem speed (kecepatan dalam pegerakan sampah,red), termasuk juga telah mengganti outosorter (mesin pemisah sampah-red).
Meskipun permasalahan pada mesin pengolahan sampah sistem pirolisis baru diketahui setelah dioperasikan, namun Edo menampik jika hal tersebut disebabkan karena perencanaan untuk pengadaan yang tidak matang.
“Jangan dipertanyakan perencanaannya yang tidak betul. Karena ketika PU membeli, tentunya telah disesuaikan dengan spesifikasi yang ada. Spek yang ada itu, ya memang itu,” katanya.
Disampaikan pula, bahwa pada alat screw conveyor (alat berfungsi memindahkan material dari satu tempat ke tempat lain-red) diperlukan perputaran dua arah, namun saat ini, screw conveyor hanya satu arah.
Sekadar diketahui, pengadaan alat tersebut berasal dari dana Bantuan Keuangan Khusus (BKK) Pemerintah Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) sebesar Rp11 miliar.
Penggunaan dana diantaranya untuk pengadaan lahan sekitar Rp123 juta, pembangunan gedung pengolah sampah Rp2,8 miliar, untuk alat/mesin pengolah sampah Rp7,4 miliar, dan Rp99 juta untuk pengawasan.
Pihak vendor telah memberikan jaminan atau surat garansi mesin selama 1 tahun dari PT Indopower International. Namun jika mesin tak berfungsi bakal berpotensi merugikan negara. (***)